15 October 2015

Mengupas Jiwa

Banyak bicara dengan diri sendiri. Membuatku memasuki tubuhku lebih dalam. Dalam. Hanya ada aku sendiri di ruangan kecil ini. Tidak ada siapa-siapa. Tidak ada mama yang mengangguku untuk membantu membereskan rumah. Tidak ada papa yang bertanya tentang masalah ponsel canggihnya. Tidak juga cici yang menonton film dengan volume tinggi di kamar.

Di sini. Aku sendiri.

Aku jadi lebih mengenal siapa aku. Apa yang sebenarnya tidak kusukai. Dan apa yang sebenarnya selalu kuhindari.

Di sini. Aku menemukan potongan-potongan diriku. Aku mulai menyusun. Mereka-reka yang mana potongan diriku yang benar dan cocok disandingkan dengan potongan yang sudah ada.

Tuhan, bantu aku. Bantu aku menemukan diriku. Yang telanjang. Yang tidak ditutupi oleh segala kemunafikan manusia.

23 June 2015

Ruteng (juga) Adalah Indonesia

Kakakku baru kembali dari Ruteng, salah satu kota yang berada di Flores. Di sana, ia mengajar dan membuat taman bacaan selama kira-kira seminggu. Aku tak ingin menyerbunya dengan beribu pertanyaan. Aku tahu dia lelah karena perjalanan yang cukup menguras tenaga dan waktu. Namun, dia bercerita sedikit. Tidak banyak yang ia ceritakan tadi dari mulutnya. Namun, matanya telah menyampaikan semua cerita yang akan ia sampaikan. Matanya jujur bicara tentang ada apa di Ruteng.

Tentang bagaimana anak-anak di sana membutuhkan pendidikan yang layak, sama seperti pendidikan yang didapatkan anak ibukota. Tentang bagaimana sedihnya dia ketika tahu bahwa ia mengajar di sebuah kelas berisikan anak-anak yang belum mengerti bahasa Indonesia. Bahkan, kata “duduk” sekalipun. Akan tetapi, mereka punya keinginan untuk belajar. Untuk tahu bagaimana cara membaca dan menulis alpabet.

Aku bisa melihat dari matanya bahwa ia bersungguh-sungguh. Mata yang prihatin dan ingin membantu. Tak pernah aku melihat dia sebegitu serius menceritakan sesuatu padaku. Mungkin kalau membaca tulisan ini, ia akan kegelian sendiri karena bahasaku yang membuat tulisan ini sangat menyentuh. Aku pun begitu. Makanya aku tidak mau berlama-lama menulis ini. Takut nantinya kuhapus semua tulisan ini.

Aku tidak ingin tulisan singkat ini hanya menjadi tulisan yang melankolis. Aku menulis ini karena aku tidak ingin seorang diri yang tergerak untuk nantinya membawa sebuah perubahan, entah dalam bentuk apa. Aku tidak ingin hanya aku yang tersentuh hatinya ketika melihat foto kakakku dengan anak-anak itu. Aku ingin kamu juga merasakan hal yang sama.

Apa yang kamu rasakan saat melihat ada begitu banyak anak-anak yang belum terjamah pendidikan dan belum memiliki masa depan yang cerah? Mereka ini. Mereka ini adalah penerus bangsa kita. Sama seperti kita. Sama-sama Indonesia.

Kakakku berada di depan. Ia berkemeja ungu dengan senyum peps*dent-nya.

Kakakku berkata “Gue pengen banget, Jes, ngajak lo ke sana. Jadi inspirasi buat anak-anak di sana. Mereka butuh banget pengajar yang punya pendidikan cukup. Andaikan gue gak ada kerjaan di Jakarta. Pengen banget stay di sana.”


Hatiku bergejolak.

02 June 2015

Wisata 3 Pulau Kekuatan VOC


Waktu di perjalanan menuju pelabuhan rakyat Kamal, bokap bilang "Budi Dharma membuat karya yang luar biasa di saat ia berada di luar rutinitasnya. Maka, jadilah buku Orang-orang Bloomington. Juga pelukis yang gue lupa namanya membuat karya teramat indah. Dia melukis pemandangan Bali beserta isinya selama tiga tahun menetap di Bali."
Mejeng dulu :D
Awalnya, gue gak mau menuliskan perjalanan ini, karena gue pikir kata-kata akan hidup ketika si penulis benar-benar memberikan sentuhan-sentuhan spesial pada tuts laptopnya . Gue gak tersentuh. Gue cuman mikir dalam hati "Udah nih? Masa gini doang pulaunya?" 

Pulau yang membuatku asal menyimpulkan itu adalah Pulau Kelor, pulau pertama dari tiga pulau yang akan menjadi tujuan destinasi gue. Namanya aja Wisata Tiga Pulau. 

Di Pulau Kelor ini ada sebuah benteng. Okey. Maksudnya satu benteng. Gue kecewa karena pulau ini gak seperti pulau yang gue bayangkan bakal butuh berjam-jam untuk mengelilinginya. Pulau Kelor gue kitari dalam waktu hanya 15 menit (kira-kira). Padahal, tourguidenya bilang akan ada waktu satu jam di Pulau Kelor. Waktu itu, gue pikir sejam akan sangat kurang... EEHH taunya waktu yang dikasih itu lebih-lebih banget sampe gue ngantuk duduk di bawah pohon ditemani angin sepai-sepoi #CIATs
Kalau dilaguin cocok pake lagunya Sam Smith yang I'm Not The Only One.
Ternyata rombongannya itu bejibuns dari berbagai biro perjalanan.
Meeting point: Depan Masjid
Gue gak bisa salahkan pulau ini karena bentengnya yang udah rusak dan gak jelas bentuknya. Gue juga gak bisa salahkan pemerintah karena memang pemeliharaan benda-benda bersejarah itu menghabiskan dana yang buanyak. Pemerintah kan punya prioritasnya sendiri. Lalu, mau salahkan siapa? Entahlah.
Gak pernah ada di tulisan gue yang berkata benteng ini jelek.
Benteng ini indah banget.
Selfie mode
Ini pengen pamer foto aja. Berasa keren banget suer.
Jesi Si Bolang Bertas Neon
Bayangin aja betapa kokohnya benteng ini zaman kejayaannya

Gue udah pasrah. Gue udah gak mau berharap akan ada sesuatu yang menarik pada pulau destinasi kedua, Pulau Onrust.

Ternyata..

Banyak banget harta karun di Pulau Onrust.

Entah apa yang membuat gue tertarik sama pulau ini. Tadinya cerita tentang pulau ini gak mampu membuat gue terpukau. Tapi, arena gladiator yang diceritakan tourguide di sana membuka mata gue. Terowongan dan bilik-bilik ruang yang disampaikan tourguide mencelikkan mata gue. Astaga! Keren amat ini pulau. Kecil-kecil begini gak disangka menyimpan dan merekam begitu banyak kisah sejarah. Sayang sihh terowongan itu gak bisa dikunjungi oleh masyarakat umum.

Emang yang bikin gue tertarik sama pulau ini pertama kali adalah arena gladiatornya. Dibanding tulisan gue gak jelas juntrungannya, gue ceritain lebih dulu sejarah pulau ini kenapa disebut Onrust dan kenapa pulau ini menjadi destinasi wisata sekarang.

Onrust yang dalam bahasa Belanda artinya tanpa istirahat ini dipilih VOC sendiri untuk dijadikan tempat memperbaiki kapal. Pihak VOC waktu itu membuat perjanjian dengan Pangeran Jayakarta. Setelah sepakat, VOC memilih pulau Onrust sebagai gudang kapal, sekaligus benteng pertahanan VOC. Tanpa istirahat maksudnya adalah pulau yang selalu sibuk. Ya.. bisalah menyebut Jakarta sebagai kota Onrust. #fixgakpenting Oiya.. orang-orang di pulau seberang sihh mengenai Onrust dengan sebutan Pulau Kapal. 

Nah... VOC bubar. Inggris pernah singgah bentar terus pergi... Onrust juga pernah dipakai sebagai tempat karantina para haji. Kemudian, Jepang datang. Pihak Jepang gak mau lagi memakai Pulau Onrust sebagai pulau pertahanan karena angkatan udara musuh sudah tahu lokasi pulau ini. Makanya, Pulau Onrust gak lagi sekece zaman kolonial. Pulau Onrust dijadikan penjara buat kriminal kelas kakap. Arena gladiator yang tadi gue bilang itu buat para kriminal berkelahi menguji kekuatan masing-masing. Yang menang dapet hadiah, yang kalah ya gak bernapas lagi. Bentuk arenanya bundar kayak kolam ikan dan terbuat dari keramik... Itu sih yang gue liat dari replikanya. Bener atau enggak, gak ada yang tahu.

Waktu Indonesia udah merdeka, Onrust beralih fungsi menjadi rumah sakit karantina bagi penyakit menular. Tahun 1960-an, pulau ini gak lagi dipakai jadi rumah sakit, tapi menjadi tempat penampungan pengemis dan gelandangan. Lalu, pulau ini mulai tak terurus. Puncaknya, tahun 1968, ada pencurian bahan material secara besar-besaran. Kalian bakalan liat seberapa besar pencurian itu... Nanti gue kasih liat. Kebanyakan sisa peninggalannya cuman kakus doang. Lagian siapa yang mau nyolong kakus? Di sungai juga tinggal langsung blong.. Hehe

Empat tahun kemudian, gubenur Jakarta membuat pernyataan bahwa Pulau Onrust adalah pulau bersejarah yang dilindungi. Buset kalau empat tahun baru diurus mahh udah pasti barang-barang di sana abis dicomotin sama orang yang tangannya iseng, Pak Gub. 

Jadi lihat kan betapa menyedihkannya akhir dari kejayaan Pulau Onrust?

Ini hasil telisikan gue di seluruh area Pulau Onrust. Siap-siap ya. Fotonya gak dikit looh.

Miniatur Pulau Onrust
Coba merasakan buang air zaman kolonial
Sok-sok an jadi peneliti arkeologi
Diperkirakan ini tempat mandi berjamaah
Wastafel
Bokap gue tiap kali liat kakus selalu bilang "Kenapa, Jes? Mash ada tahinya?" 
Gue penasaran banget sama ini benda.
Kira-kira apa ya? Gue pengen coba dudukin, Tapi jijik.
Biarlah jadi misteri benda apa ini
Satu-satunya bagian bangunan yang masih utuh.
Mungkin diding kamar rumah sakit
Banyak foto berbagai jenis kakus yang gue abadikan, tetapi gue gak sanggup menunggu mereka semua di upload. Kelamaan.

Destinasi berikutnya: Pulau Cipir. Pulau yang jadi tempat nampung kebutuhan-kebutuhan VOC karena Pulau Onrust udah gak mampu menampung kapal-kapal lagi. 

Tapi karena terkena musibah (baca: topi mama hilang) di Pulau Onrust, gue jadi kehilangan semangat bertualang. Pas sampai Pulau Cipir, gue sama Bokap gue juga emang dalam kondisi kepanasan dan kelelahan. 

Tujuan pertama kami adalah pergi ke jembatan yang dibuat VOC untuk menghubungkan Pulau Onrust sam Pulau Cipir yang belum sempat gue kunjungi pas di Pulau Onrust. Kondisinya ya... sama lah kayak museum-museum di luar Jawa. Terbengkalai.
Ceilah gegayaan.
Bangunan di sini memang lebih banyak dibanding Pulau Onrust. Namun, gue rasa bangunan di sini gak setua di Pulau Onrust, makanya masih berdiri cukup kokoh. Yang uniknya adalah bentuk-bentuk rumah sakit atau rumah pasien di sini berbeda dari rumah jadul pada umumnya.

Ini sisa bangunan rumah sakit.

Akhir perjalanan yang indah adalah duduk ke pojokan di atas bebatuan. Menikmati angin dan bunyi ombak yang memecah kesunyian. And have a selfie!

Pake kacamata biar warnanya lucu :3




Di akhir tulisan ini, gue gak mau nyalahin siapaun atas kondisi ketiga pulau ini. Yang terjadi, ya gak bisa diapa-apain lagi. Tapi gue seneng masih ada usaha biar cerita tiga pulau gak hilang dibawa abrasi gitu aja. Gue berharap tourguide di Pulau Onrust gak resign dan nyari kerjaan lain. Terima kasih buat mereka yang enggak meninggalkan pulau ini, tidak perduli alasan terpaksa ataupun karena memang sudah cinta.

Thanks, Pa, buat seharian ini. Gue siap kembali ke rutinitas dengan senyum :D
Cheers.

Thanks juga buat tourguide kapal (?) yang ngasih gue buku ini

01 January 2015

List of My Paling Paling Paling Feelings in 2014

Gue berpikir seharian buat bisa bikin post ini. Gue gak mau tulis yang ala kadarnya yang ditulis iseng-iseng doang. Gue mau ini jadi tulisan yang menyentuh kalbu gimana gitu. Secara ini post terakhir di tahun 2014, gue mau buat post ini menjadi spesial buat gue. Sukur-sukur bisa jadi spesial buat kalian para pembaca :).

(Walaupun ini informasi gak penting-penting amat. Buat gue sekarang, ini jadi sesuatu penting) Pertama-tama, gue mau minta maaf sama jurusan gue (baca: sastra Indonesia) karena telah menduakannya. Gue telah mencampur aduk judul tulisan gue dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Gue memutuskan hal itu dengan dasar logika yang kuat dan mempertimbangkan dua hal: gue gak bisa menemukan istilah berbahasa Indonesia yang tepat buat mengekspresikan tulisan gue satu ini dan pengen keliatan nyentrik aja. Karena ketidakpentingannya yang super tidak penting, gue sarankan kita langsung aja ke topik pembicaraan.

Post kali ini gak jauh-jauh dari tulisan orang-orang yang bercerita tentang apa yang sudah terjadi di dalam setahun. Tulisan ini bakalan jadi wadah nostalgia gue selama gue menjalani hidup di tahun 2014. Tapi, notalgianya gue batasin hanya buat momen-momen yang meninggalkan kesan paling paling paling dehh di tahun 2014. Paling paling paling feeling gak bisa gue definisikan menjadi sebuah arti yang mutlak dan pasti kayak di kamus KBBI. Jadi, gue meminta kalian definisiin sendiri apa sebenernya paling paling paling feeling lewat penjelasan panjang dari gue berikut ini. (NB: Ini beneran panjang. Be ready, guys)

Perasaan ini muncul ketika gue bisa teriak "lulus" bareng-bareng temen seangkatan sekencengnya dan didokumentasikan oleh seorang teman. Gue dan temen gak peduli dengan terganggu atau tidaknya orang-orang disekitar kami BODO AMAT YANG PENTING KAMI SENANG KAMI LULUS! Rasa seneng dan leganya tuh sampe kerongkongan, man.

Perasaan ini menyeruak di dalam dada karena gue tahu hadiah sederhana yang gue berikan ke temen baik gue ternyata begitu berarti buat dia dan bisa jadi "jimat penyemangat" dia kuliah.

Perasaan ini juga muncul waktu gue bisa membuat sebuah silent video buat hadiah ultah nyokap karena gue gak bisa ada pas nyokap ultah. Juga waktu gue liat memo yang gue tulis buat bokap gue pas bokap ultah ternyata disimpen dan masih terpajang cantik di kamar ortu gue.

Perasaan ini datang tanpa diundang ketika gue dapat hadiah paling indah tahun ini dari Tuhan. Saat itu, gue udah pasrah dengan pengumuman SIMAK (tes tertulis masuk UI) karena gue yakin 99% gak bakalan masuk UI dan berkesempatan pake itu jaket almamaternya. EEHH.. Tuhan punya rencana lain dan gak terprediksi buat gue. Gue gak percaya sama apa yang terlihat di layar kecil laptop gue. GUE MASUK UI!! Bahkan waktu nulis ini, gue masih bisa ngerasain hati dan jantung gue yang berlomba loncat paling tinggi kalau aja mereka bisa keluar dari tubuh gue saat ngeliat website pengumuman penerimaan mahasiswa baru.

Perasaan ini hadir pas gue pertama kali di dalam hidup, gue tampil di panggung dan diliatin banyak orang. Yaitu waktu acara Petang Kreatif, acara mentas teater. Itu acara paling kece dan ditunggu-tunggu buat mahasiswa baru di kampus gue. Well, rasanya itu campur aduk. Deg-deg an yang luar biasa sampe bikin lu gak bisa berdiri tanpa menggerakkan bagian dari tubuh lu. Tapi perasaan lain yang super aneh muncul waktu bisa keluarin hawa tegang lu lewat tarian dan nyanyian di atas panggung.

Paling paling paling feeling itu adalah waktu gue bisa menyelesaikan tugas yang gue pikir diri gue gak bakal mampu menyelesaikannya. Tugas itu adalah tugas analisis sebuah novel berjudul Kembang Jepun sebanyak 7 halaman (bener-bener 7 halaman tanpa cover dan daftar pustaka). Alhasil, karena giat ngerjain tugas semalaman suntuk, gue gak konsen ngerjain UAS di esok harinya.

Perasaan ini merasuki tubuh gue saat gue berani buat gak mundur di tengah jalan waktu ikut audisi musikalisasi puisi di jurusan gue, Sasina namanya. Dengan polosnya, gue bilang sama diri gue "Gue mau ikut ahh" tanpa mikir lebih jauh lagi. Gue mau mati waktu nungguin nama gue dipanggil. Berasa kaya lagi di audisi Indonesian Id*l. Gue nyanyi dengan sangat gagal karena grogi parah dan memang gak pede nyanyi di depan banyak orang. Bahkan, waktu disuruh nyanyi lagu Balonku aja gue salah lirik. Tapi, ada rasa bangga yang hadir di tengah-tengah kekikukan gue itu. Rasa bangga itu hadir karena gue bisa ngalahin kemaluan gue #oopss dan tetap ngelanjutin audisi sampe abis. Gue gak lolos. Gue juga gak nyesel udah nyoba.

Paling paling paling feeling bisa didapat juga dari hal-hal sederhana. Kayak perasaan yang didapet karena...

  • Bisa kutekin kuku tangan kanan dengan rapih dan cantik. Kalau pernah kutekan sendiri, kalian akan tahu betapa susah dan menyebalkannya kutekin kuku kanan.
  • Bisa berdandan cantik untuk diri gue sendiri, bukan buat diliat orang. Tapi buat dinikmatin sendiri
  • Sekadar senang setelah menonton film "Tabula Rasa" yang menjadi film perdana gue nonton sendiri. Sangat menghibur hati gue yang lagi suntuk dan lelah akan rutinitas. Walaupun, memang gue sadari nonton berdua akan lebih baik daripada nonton seorang diri (GAK NYAMBUNG WOI).
  • Bisa ngasih tempat duduk gue ke orang yang lebih tua dan dia rela memberikan senyum tulus walaupun kami tahu kami sama-sama lelah.
  • Bisa bikin ketawa orang tua gue ataupun ngeliat mereka ketawa waktu lagi landa masalah dan banyak pikiran.
  • Bisa jadi tong sampahnya temen gue waktu dia lagi bergundah gulana soal pilihan jurusan yang dirasa bukan passionnya. 
  • Nginep kampus for the first time in forever dan tidur di mushola for the first time in my life.


Dan satu lagi yang terakhir di tanggal 31 Desember. Paling paling paling feeling muncul lagi. Perasaan ini menempel di hati gue waktu dapet ide menulis. Ide tulisan ini yang buat gue dapetin kembali semangat nulis setelah sekian lama ngautis nyari inspirasi darimana aja. Dapet idepun, gak bikin gue langsung lancar nulis. Gue cuman diem bego di depan laptop dan gak ngehasilin apa-apa. Udah berapa banyak draft yang terbengkalai karena gue sendiri bingung mau ngelanjutin tulisan itu gimana caranya. Tangan gue berasa kena serangan stroke. Otak gue beku. Tapi, kali ini beda. Rasanya tangan gue lancar banget mencet-mencet tuts laptop gue. That's paling paling paling feeling.

Gue tebak deh. Lu pasti bosen bacanya. Wajar sih kalau bosen. Kalau gak bosen, mungkin gue memang penulis hebat yang bisa menghidupkan kata-kata sampai lu jadi tersihir. OKEY. hahaha. Gue bisa tebak karena ini momen-momen yang terangkum dan terekam di dalam hidup gue, bukan punyanya elu. Pasti bakalan lebih menyenangkan kalau lu ngebaca dan ngebuat List of My Paling Paling Paling Feelings in 2014 versi lu sendiri.

Gue pikir kita boleh kok berharap ini itu buat tahun 2015, seperti yang sedang ramai dibuat orang-orang di dunia maya. Tapi bukannya, kita juga perlu berterima kasih ya sama Tuhan untuk satu tahun lagi kesempatan menikmati hidup ini, kawan? Mungkin salah satu caranya dengan menuliskan setiap kebahagiaan yang ada di dalam hidup lu, mulai dari yang besar sampai yang paling kecil dan keliatan sepele.

Oh iya. Jadi, sekarang udah ngerti dong arti paling paling paling feeling?
Nah, sekarang waktunya buat coba sendiri.
HAPPY NEW YEAR ALL!

(AHHHH GUE GAGAL KELARIN TULISAN GUE SEBELUM NEW YEAR!!!!)