31 December 2013

Misi Suci Tan

Tan punya misi suci yang mendorong kami sekeluarga hijrah ke semarang. Misi suci ini dijalankan oleh setiap keluarga bermarga Tan. Kenapa gue bilang ini misi suci? Misi ini memang sangat sulit dilakukan. Bahkan baru pertama kali dimunculkan setelah sekian lama dikubur. Mungkin untuk keluarga besar lain, apa yang gue sampaikan menjadi hal yang sepele dan mudah saja dilaksanakan, tetapi menjadi sebuah tantangan untuk merealisasikannya di keluarga ngkong (baca: kakek) gue dari mama.

Nama Misi            : Reuni
lokasi                 : Sebuah hotel cukup bagus di kawasan Kopeng, Salatiga
target                 : Seluruh anggota keluarga Tan
durasi                 : Tiga hari dua malam

Bisa dibilang berlebihan sih dengan sebutan misi suci. Cuman menurut gue, reuni merupakan sebuah ritual yang seharusnya menjadi penting untuk dilakukan tiap keluarga besar. Buat apa? Menjalin relasi. Manusia itu diciptain Tuhan bukan cuman satu, tapi ada pasangannya. Emang dari awalnya diciptain, manusia ya butuh yang namanya relasi. Itu sebabnya misi ini menjadi misi suci karena menyatukan ikatan persaudaraan yang putus itu menjadi menyatu dan harmonis. Yang tadinya gamau kenal dan gamau tahu jadi saling perhatian. Di situ tuh keindahannya punya relasi. 

Nah. Gimana bisa indah kalo ga saling kenal? Agak ironis memang ketika baru tahu bahwa orang asing di tempat duduk pojok sana adalah saudara sepupumu. Itu yang awalnya gue alami ketika pertama kali menuntaskan misi suci ini. Aduh. Ga nyaman banget gak kenal siapa-siapa, cuman kenal ortu sama dua saudara kandung elu. Mati kutu di dalem ruang pertemuan.

Yang hadir ditaksir mencapai 50 orang. Dari 50 orang itu, tidak lebih dari 20 orang yang gue kenal, padahal semuanya adalah saudara gue. Gue berasa parah banget. Ini adalah saudara-saudara yang harusnya menjadi teman main gue ketika liburan looh dan teman hidup gue ketika gue mulai mengkerut. Kok belom pernah ketemu seumur hidup?

Seiring waktu berjalan, suasana beku dan dingin semakin mencair dan meleleh. Di malam terakhir, gue dan segenap saudara bermain kartu sampai terkantuk-kantuk. Gelak canda tidak luput memenuhi kamar yang mungil itu. Seneng rasanya misi ini bisa begitu berhasil dan memuaskan setiap anggota keluarga.

Gue inget nyokap pernah cerita waktu masih kecil hubungannya sama sepupu-sepupu itu dueeeeket banget. Eh.. Tau-tau pas udah berkeluarga, hidup sendiri-sendiri jadi susah banget buat ngumpul-ngumpul kaya gini. Waduh gue mikir nasib gue dan generasi ke-4 Tan. Sekarang gue ga deket sama sekali sama sepupu gue, gimana entar kita semua berkeluarga? Bisa jadi ga ngenalin pas ketemu di mall. Sedih banget kalo ampe beneran kejadian.

Gue selalu bilang sama diri gue bahwa di dunia ini kita ga hidup sendirian. Kalo kita bahagia, kita perlu membagikan juga kebahagiaan itu kepada sesama. Well, yang paling deket ya saudara kita dong? Dan ketika kita sulit, siapa yang akan membantu kita keluar dari kekelaman dan mendorong kita untuk melihat ke depan, jika itu bukan saudara kita?

Dan misi suci kami semua berjalan dengan mulus. Misi ini tidak berakhir tahun 2013. Tidak juga tahun depan. Misi ini tidak boleh berakhir di generasi gue!

Menjalin relasi itu indah. Dan akan lebih indah lagi ketika relasi itu adalah relasi yang harmonis.

Itu kan kata mutiara dari gue. Bokap gue punya sendiri. Bakal gue tulis sebagai kata penutup di post ini "pertemuan yang mengesankan akan meninggalkan makna."

Ga bagus kualitas fotonya.
Yang penting misi kami jelas telah berhasil!

07 December 2013

Pergi ke Monas dengan Papa

Gue tau yang muncul dibenak kalian pertama kali baca judul post gue. Ga banget kaya karangan anak sd soal liburan sekolah. Hehe. Tapi sorry abis karna otak gue lagi ga bisa mikir berat- berat buat nyari yang padat dan berbobot.

Gue langsung aja ya ke ceritanya. Sebenernya jadwal gue hari ini itu bukan pergi ke Monas, harusnya gue bakal menganggur di rumah, bermalas-malas di kasur sambil nonton film, menimbun lemak di rumah. Tapi, bokap malah (sengaja) ngajak pergi karna di Monas lagi ada pawai keraton apa gitu. Gue diem aja tanpa memberikan perlawanan atas ajakan itu.

Akhirnya capcus nyampe sana, kedatangan gue disambut dengan kubu-kupu biru sangat menawan terkapar di jalanan. Baru pertama kali gue nemuin kupu-kupu beneran dan megang secara langsung. Sebenernya gue takut debu-debu dari sayapnya bakal mematikan gue, tapi alhasil gue bawa pulang juga itu kupu-kupu tak bernyawa. (ini beneran paragraf curhat 100%)

Setelah mendatangi poster berisi susunan acara, gue melihat bahwa gue sama bokap gue salah hari. Harusnya tuh besok baru ada carnavalnya. Mau apa dikata, gue sudah dateng ke sana, sayang juga kalo langsung pulang. Gue berkeliling sebentar di halaman Monas.

Gue baru menyadari kalo udah cukup lama gue ga ke monas untuk sekadar mengucapkan selamat pagi pada langit dan matahari (asik). Ada banyak tanah yang digembur di sana-sini, gue ga tau istilahnya pokoknya tanahnya dipermak gitu deh. Gue melihat banyak perubahan yang udah Pak Jokowi-Ahok lakukan buat bikin Jakarta lebih enak dijadiin tempat tinggal. Contohnya acara-acara kaya gini, yang ga cuman bisa dinikmatin kalangan atas atau bawah, tapi semuanya bisa ngumpul jadi satu di sini. 

Kaya ada hawa hero berlabuh dan menetap di Jakarta.

Terus gue mikir. Nelson Mandela baru saja dipanggil Tuhan. Dunia kehilangan satu pahlawan. Tapi, bukan berarti ga ada lagi pahlawan yang lahir dan mempertunjukkan aksinya. Sukarno, pahlawan kebebasan Indonesia, memang sudah meninggal puluhan tahun lalu. Tapi, itu bukan akhir dari segalanya. Sekarang kita punya kok sosok pahlawan yang nyata. Pahlawan itu lahir dan berada di tengah-tengah kita, orang Jakarta.