27 June 2014

Ciyee Temen Baru Niyeee

Jadi, ceritanya tulisan ini adalah sebuah balasan dari tulisan teman baru gue. Well, gue ga yakin tulisan balesan gue bakal lebih lucu atau lebih bagus daripada punya elu, Res. Cuman satu hal yang mau gue kasih tahu bahwa ini semua beneran dari dalem hati gue #ea. Semoga elu ngerasain apa yang gue rasain waktu liat apa yang udah lu tulis tentang gue. Ini telat banget sih hahaha. Jadi dimaklumin aja ya kalau ga detil.

Res, pertama kali gue omong sama elu itu waktu lu minta nomer henpon gue. Hehe first impression gue ke elu adalah EEENGGGG, rada awkward, dan berasa awkward, dan awkward. Soalnya gue ga pernah dimintain nomer henpon sebelumnya di acara kaya gini. Pertama kali juga sih ikut acara training gitu.

Eitss mungkin lu pada yang baca, selain temen baru gue ini, ga ngerti konteks pembicaraan gue, makanya gue jelasin dulu deh. Jadi, gue selama 3 hari mengikuti rentetan acara dari Journalist Days yang diadain sama suatu badan organisasi UI yang bergerak dibidang jurnalistik bernama BO Economica.

Nah.. Gue pertama kali berinteraksi sama cewe berkulit sawo matang ini waktu dia minta nomer henpon gue. Gue kira itu bakal jadi pembicaraan gue yang pertama dan terakhir sama dia. Eh ternyata enggak loh. Sebelum balik ke Jakarta, gue membuang seluruh kandungan air yang ada di dalam tubuh supaya enggak ribet di perjalanan pulang. Ehh tau-tau kami ketemu di toilet, ya terus basa-basi dikit. Nah berterimakasih sama si bulan yang datang bersamaan menghampiri kami. Karena bulan itu lah, gue sama Nares bisa kenal lebih dekat. Lucu juga ya bisa deket gara-gara bulan datang? Kayanya tabu untuk dibicarakan lebih lanjut. Biar kami yang saja tahu itu. #asik

Waktu mau pulang, hujan belom berhenti dan masih deras saja menyembur kami dengan airnya. Nares bawa payung super-mini. Gue bilang sama dia "Ini payung pelit banget ya. Ga bisa buat berdua." Dia jawab "Oh emang sengaja beli yang kecil, Jass." Gue tertawa renyah. Kalo aja Nares itu cowo, momen itu cucok banget itu buat dijadiin scene romantis di ftv Indonesia yang sering tayang malem buat anak-anak ababil. Hehehe

Gue pisah kereta sama dia di stasiun Tanahabang. Dan pertemuan kami berakhir di situ.

Ehh gak ding. Gue ketemu dia lagi di hari ke-3. Hari itu adalah rentetan terakhir acara Journalist Days. Dan gue ngantuk parah karena semua acara (cuman dua sih) diisi sama seminar. Brooo. Sumpah gue pingin banget pulang waktu itu. Kepala gue udah goyang kiri goyang kanan gak berenti. Gue di sini sibuk mengusir ngantuk. Dan dia. Dia yang duduk di sebelah gue kayanya ngerti banget sama pembahasannya. Keliatan dari tampang lu, Res. Haha kaya gamau kehilangan momen banget gitu. Serius bener ngedengerin seminar sambil megang henpon, sepertinya lagi mencatat notes kecil tentang seminar. Kayanya gue satu-satunya orang ngantuk di tempat itu.

Akhirnya waktu tepok tangan tanda seminar kelar. Waktu yang gue tunggu-tunggu daritadi. Karena belom sore-sore banget, Nares ngajakin gue liat kampusnya. Sebenernya gue sih yang minta. Terus liat-liat lapangan UI yang guede tapi ga pake payung romantis lagi, soalnya matahari lagi terang benderang. Selama perjalanan, gue banyak mendominasi pembicaraan. Ngoceeeeeeeeeeeeehhh mulu. Nanyaaaaaaaaaaaaaa mulu. Ngooomeeell ini itu mulu.

Dan dia hanya diam. Diam. DIAM. Gue baru perhatiin. Waktu gue ngomel "eh ini panas banget ya udara" "buset gerah gue" "duh lengket" "bis nya ga dateng-dateng dah" "lama bener ye, Res". Dia diem aja enggak nanggepin gue. Akhirnya gue baru sadar bahwa daritadi gue menyebarkan hawa negatif ke dia. Dan dia gak mau ikutan nambahin hawa negatif itu, makanya diem aja. Gue lupa dia bilang soal itu atau cuman gue yang simpulkan sendiri. Maklum otak gue cuman nampung momen selama seminggu doang. Hehe. Nah itu hal yang gue kagum #cieilah dari dia. Dia gak mau ngerusak mood dia dan tentu gak mau memperburuk suasana. So, die ga omong apapun. Gue pikir itu filosofi hidup yang patut dicontoh.

Gue ga nyangka pertemuan yang bentar banget bakal jadi seseru ini. Mungkin, gak akan seru kalo yang gue temui itu bukan Nurul Nareswari si cewek yang ternyata demen selfie juga :)




Kalau penasaran sama tulisan Nares, ataupun tulisannya Nares soal gue. Klik ini ya.

26 June 2014

When Will You Start Writing?

Aku memiliki ketakutan di dalam menulis. Mungkin itu juga yang menjadikanmu begitu membeku ketika ingin memulai sebuah tulisan. Tidak sekali ini aku merasakannya. Mungkin tidak cocok jika disebut sebagai ketakutan, lebih cocok dengan kata "hambatan". Terkadang kita ingin menulis. Tentang apa saja. Namun, ada suara kecil di dalam pikiran kita berkata bahwa apa yang menjadi ide tulisanmu tidaklah begitu penting. Lalu, kita mengiyakan dan bilang ke diri kita "karena ga penting, mending gausah aja nulis."

Aku mencoba mencari ide. Ide besar dan menarik agar memenuhi kriteria tulisan yang menyenangkan dan menyegarkan. Hasilnya apa? Aku jadi sibuk mengerjakan yang lain. Membuka new tab di sebuah perangkat lunak (kalau tidak salah sebut), melihat dunia, dan mencoba membangkitkan mood dengan mendengarkan lagu indie. Akhirnya? Aku lupa untuk menulis. Melenceng dari tujuan awalnya.

Kalau mau dipikir, banyak hambatan buat menulis sebuah artikel. Tulisan 300 kata. Bahkan, sekarang tulisanku hanya 145 kata.

Namun, aku kembali berpikir. Hey! Ini bukan ujian Bahasa Indonesia yang mengharuskanmu mengikuti aturan. Aku di sini punya kebebasan.  Menulis berapa katapun, itu terserah padaku.

Aku tahu masalahku. Aku terlalu banyak berpikir. Aku berpikir bahwa tulisanku akan dicek ejaannya oleh guru dan isinya harus mengandung kalimat utama dan kalimat pelengkap. Tidak. Tidak sama sekali.

Kamu boleh memiliki keunikan sendiri di dalam menulis. Bahkan sampai tulisan itu tidak dapat dimengerti oleh siapapun, kecuali kamu. Tidak ada yang melarang.

Lalu, mengapa aku begitu terpaku pada aturan yang manusia buat ketika ada kebebasan untuk tidak mengikuti aturan?

Sekarang ini adalah kata ke-244. Dan aku tidak memperdulikannya.

Aku menulis untuk diriku sendiri.

Jadi, jangan hiraukan pertanyaakanku sekaligus judul di atas yang tadi kubuat karena hal itu sudah tidak berlaku sekarang.