31 December 2011

Salju Gurun

Prosa ini ditulis pada tahun 1998 oleh Dewi Lestari di dalam buku berjudul 'Filosofi Kopi'. Salju Gurun mengajak pembaca untuk percaya pada diri sendiri dan berani beda dari yang lain. Menyentuh. Tepat.
Di hamparan gurun yang seragam, jangan lagi menjadi butiran pasir. Sekalipun nyaman engkau di tengah impitan sesamamu, tak akan ada yang tahu jika kau melayang hilang.

Di lingkungan gurun yang serba serupa, untuk apa lagi menjadi kaktus. Sekalipun hijau warnamu, engkau tersebar dimana-mana. Tak ada yang menangis rindu jika kau mati layu.

Di lansekap gurun yang mahaluas, lebaih baik tidak menjadi oase. Sekalipun rasanya sendiri, burung yang tinggi akan melihat kembaranmu di sana-sini.

Di tengah gurun yang tertebak, jadilah salju yang abadi. Embun pagi tak akan kalahkan dinginmu, angin malam akan menggigil ketika melewatimu, oase akan jengah, dan kaktus terperangah. Semua butir pasir akan tahu jika kau pergi, atau sekadar bergerak dua inci.

Dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau... berbeda.

30 December 2011

Kuda Liar

Prosa ini ditulis tahun 1998 oleh Dewi Lestari dan dimasukkan ke dalam bukunya yang berjudul 'Filosofi Kopi'. Dan menurut saya, cerpen ini mempunyai makna tersirat yang luar biasa di dalamnya.
 

Tanyakan arti kebebasan pada kawanan kuda liar.

Otot mereka kokoh akibat kecintaan mereka pada berlari, bukan karena mengantar seseorang ke sana ke mari. Kandang mereka adaalah alam, bukan papan yang dipasangkan. Di punggungnya terdapat cinta, bukan pelana yang disandangkan dengan paksa.

Hidup mereka indah dalam keinginan bebas. Hari ini ke padang, esok lusa ke gunung, tak ada yang bingung. Kebimbangan tak pernah hadir karena mereka tahu apa yang dimau. Yakin apa yang diingini. Lari mereka ringan karena tak ada yang menunggangi.

Kelelahan akan berganda apabila kita dihela. Waktu akan menghimpit apabila kita dikepit. Dan suara hati akan mati jika dikebiri.

Larilah dalam kebebasan kawanan kuda liar. Hanya dengan begitu, kita mampu memperbudak waktu. Melambungkan mutu dalam hidup yang cuma satu.

Hadiah Natal Terindah

Natal
Natal
Natal
Kata-kata itu selalu mengganggu pikiranku selama pelajaran hari ini. Hari ini adalah hari terakhirku masuk sekolah. Wajah sumringah teman-temanku jelas terlihat dari ekspresi tidak sabar mengakhiri hari-hari melelahkan mereka. Detik demi detik terasa seperti membunuh kesabaranku.

Teddy Bear yang selama ini kuinginkan
Saudara sepupuku yang lucu-lucu
Dan Santa Claus
Aku tidak sabar mendapatkan hadiah natal langsung dari tangan kakek jubah merah yang selalu memperlihatkan senyuman hangat. Aku tidak sabar memeluk nenek dan bermain dengan Pluto, anjing yang setia menemani nenek di Swiss. Tak sabar kumenghirup udara di Swiss yang dingin, tetapi selalu membuat nyaman. Pikiranku sudah berkelana jauh dari pelajaran sejarah.

Kriing...

Bel berbunyi membangunkanku dari lamunan menggiurkan. Kami girang. Guruku juga tak bisa lagi menahan luapan emosi setelah lama mengajar anak-anak yang bawel dan menyebalkan. Tak satupun membenci libur natal. Aku memperlihatkan senyumku dan gigiku selebar-lebarnya. Tetapi ada ruang hampa yang tersembunyi di sudut hatiku yang juga tersembunyi. Di dalamnya ada aku yang kesepian dan ketakutan dalam kegelapan yang pekat dan legam. Ada apa ini?

Semua terjawab saat aku mendengarkan pendeta berkotbah di gereja Swiss, tepat tanggal duapuluh lima Desember:
"Natal bukan soal menghias pohon natal. Atau hadiah natal yang kalian dapatkan. Atau santa claus. Atau kaus kaki besar yang kalian taruh di atas perapian. Natal adalah peristiwa penting dimana Tuhan berkorban demi kamu! Kamu, manusia berdosa yang tidak sepantasnya mendapatkan penebusan. Namun, Tuhan yang penuh kasih tetap rela mati serta harga dirinya diinjak-injak untuk kau hidup sekarang ini. Bangun! Bangun! Bangun!! Kapan kau sadar dan bangun dari tidurmu, Nak?"
Aku salah selama ini. Keliru. Bodoh benar aku. Setan telah berhasil mengelabuiku dengan tipu muslihatnya. Dengan gemerlap natal dan kesibukan mempersiapkan acara-acara natal, aku kira dapat membuat diriku bahagia sepenuhnya. Kubayangkan sekarang, mereka sedang menertawai kebodohanku di Neraka sana. Berpesta mewah-mewah merayakan 'anak Tuhan berhasil jatuh ke dalam perangkap tikus'.

Mataku terbuka lebar. Aku sadar aku terbiasa dijejali hadiah-hadiah tak penting yang berlimpah setiap natal. Hanya hadiah baru. Bukan diriku yang baru. Aku selalu sama tiap tahun. Badanku bertambah tinggi, semakin terlihat dewasa. Sedangkan, imanku tidak bertambah dewasa. Aku melupakan hal paling penting di akhir tahun, yaitu Tuhan masih menginjinkanku menikmati ciptaannya dan hidup yang Ia berikan ini. Menikmati segala kenikmatan dunia di atas penderitaan amat menyakitkan serta penuh darah cacian dan maki. Tak tahu diri benar aku ini bukan?

Akhirnya, aku bercerita tentang kegundahan hatiku pada Nenek. Aku berdoa bersama Nenek. Nenek memegang tanganku sambil tersenyum. Senyumnya damai sekali. Aku tidak pernah melihat Nenek tersenyum semanis dan selepas ini. Seperti Tuhanlah yang sedang menemaniku berdoa dan menggenggam tanganku. Aku kembali menutup mata dan senyum tak lepas dari wajahku.

Natal kali ini adalah Natal yang tidak biasa. Hadiah Natal luar biasa yang Tuhan berikan padaku. Ruang hampa itu sudah tidak lagi kosong. Para malaikat telah diutus Tuhan untuk meramaikan hatiku dan bersenandung merdu di dalamnya. Ruang hampa itu sudah tidak lagi gelap. Tuhan menerangkannya dengan sinar kekekalan yang putih bersih tapi tidak menyilaukan. Sekarang aku tidak pernah merasa sepi lagi. Karena Tuhan telah hidup di dalamku, Ia mengusir kesepian dan kebimbangan imanku jauh-jauh.

Aku yakin sekarang setan sedang meringis dan berteriak gila di atas sana. Mereka pasti juga berpikir keras untuk menjerumuskanku untuk kedua kalinya. Jadi, aku harus terus waspada dan dekat dengan Tuhan.

Kebahagiaan Natal terus bersamaku walau libur telah usai. Senyum nenek selalu terekam dalam memoriku. Tidak akan pernah kulupakan.

14 December 2011

Karawang-Bekasi Part 2

Berhubung Sabtu 2 minggu lalu gue ke tambak lagi, untuk kedua kalinya, saya ingin mengabadikan momen penting saya ini (hihi) lewat tulisan (applause).

Pagi itu banyak banget setan yang ada di mobil saya, yang membuat saya dan papa saya ingin sekali pulang dan pergi tidur. Cuaca begitu mendukung, gelap tak gelap alias mendung. Kami sudah membayangkan kasur empuk dengan AC nyentrong. Ckck. Enak sekali.

Namun, papa tetap ingin pergi. Sesampai di sana, masih siang, sekitar pukul 2 siang. Siang itu tidak seperti biasa karena suasana nya seperti sedang pukul setengah lima sore. Nyamuk belom ganas menggerogoti kaki saya dan papa saya. Kami melihat-lihat ikan yang ketika itu sedang diberi makan.

Lalu, dari kejauhan saya melihat begitu banyak burung putih yang terbang rendah di sekitar tambak sebelah yang jaraknya tidak jauh dari tempat saya jongkok. Rasanya pengen ditangkap saya dengan jemari-jemari saya. Saya begitu penasaran. Lalu, papa saya mengajak saya ke tambak itu. Sayangnya, tepat saat saya sampai di tambak tersebut, kumpulan burung itu terbang menjauh. Kata bapak penjaga sih bakal balik lagi ke sana untuk mencari makanan dari sisa-sisa isi tambak (ikan udah dipanen). Saya tidak berniat menunggu burung-burung itu menghampiri saya, jadi saya balik ke tambak ikan. Di jalanan banyak sekali tahi kambing. Sekarang saya tau, tahi kambing tuh kecil-kecil kaya biji congklak yang plastik warna ijo tua :P.

Bapak penjaga (Pak Agus) ini punya teman main, seekor anjing bernama Coki. Lucu sekali anjingnya, walaupun ga sebagus anjing orang-orang kaya dengan perawatan penuh. Wajah Coki tuh segar dan berseri-seri (loh?). Sebelumnya, saat saya melihat-melihat ikan di tambak, Coki sedang sibuk bermain dengan burung-burung di tambak sebelah. Dia takut dengan orang baru, seperti saya. Saat saya mencoba bermain dengannya, Coki langsung berlari menjauh. Namun, tetap melihat ke arah saya, seperti ingin berbicara 'Ayo kejar aku lagi dong!'. Hehehe
Ini nih yang namanya Coki
 Papa sedang asik berbicara dengan Pak Joko (orang yang sangat membantu papa saya memulai usaha tambak). Saya mengantuk sekali. Mungkin karena melihat saya dengan muka melas campur ngantuk, Pak Joko mengajak kami mancing di tambak. Dengan berbekal alat pancing sederhana, kami berhasil menangkap 6 ikan bandeng. Dan salah satunya adalah ikan tangkapan saya! Trus langsung dibakar setelah dibuang jeroannya. Jijik  karena ga dicuci dengan bersih dan ga pake bumbu, masih ada darahnya lagi. Untu Ga tega sih pas bunuh ikannya, dipatahin lehernya atau banting-banting di tanah. Tapi ga bisa saya pungkiri bahwa nangkep ikan pake tangan sendiri itu memang seru. Jadi pengen coba mancing beneran nih!!!!!!!
Orang yang ada di belakang itulah yang bernama Pak Joko.
 Pas mau pulang, gue liat sekawanan burung terbang beramai-ramai. Bagus deh. Coba bisa terbang. Gue ikutin tuh burung-burung. Abis tuh, makan mangga di warung kecil. Dan yang paling ga ngenakin adalah dimana sutu kondisi luy ngeliatin kaki lu penuh dengan nyamuk jelek dan lu ga bisa nepok tuh nyamuk. Nah.. itulah kondisi gue pas lagi asik-asik makan mangga. Nyamuk itu tough banget, uda gue goyang-goyangin kaki gue, tetap ga beranjak. Gila banget.
Lagi ngejar bebek yang nakal


 Saat jalan pulang, gue liat bebek digiring penggembala ke sungai. Jumlahnya buanyak banget. Lucu banget.

Dan hal terakhir yang ingin gue katakan sebelum gue klik 'post' adalah kota Karawang dan Rengasrengklok merupakan kota yang tertib banget. Cara mereka mengendarai kendaraannya bikin melongo mulut menganga. Lampu lalu lintas gada yang ngelanggar, dikit banget yang ngelanggar. Motor juga berhenti sebelum zebra cross (garis putih tebal itu loh). Beda sama Jakarta yang ga kebanyakan orang ga bisa bedain warna ijo ama merah tanda berenti.

Cukup sekian dari saya.
Terima kasih.
Semoga Anda tidak mengantuk dan bosan membacanya.
güle güle (bahasa Turki, arti: dadah!)