Aku sedang ingin bernostalgia. Aku sedang membayangkan bagaimana aku bisa bertemu dengannya. Dunia yang selama ini telah menjadi bagian dari hidupku yang kecil. Dunia yang tak kusadari sudah bersamaku selama hampir tiga tahun.
Aku juga tidak menyangka, aku jadi punya mimpi karena mengenal dunia itu. Padahal dulu, tidak pernah kubayangkan aku bisa 'terjerumus' masuk ke dalam dunia itu. Dunia jurnalistik. Bahkan, aku tidak tahu keberadaannya di hidupku, waktu aku masih bocah. Mungkin memang Tuhan telah merencanakan pertemuan kami yang seperti tidak sengaja. Yap... Awalnya unik, aku masuk ekstrakukuler jurnalistik tanpa ada alasan yang berarti. Itu awalnya. Alasanku adalah karena aku suka merangkai kata-kata menjadi lebih bagus dan berbau puitis. Jadi, harapanku masuk ekskul itu adalah supaya bisa merangkai kata-kata dengan kata yang tepat. Simpel kan?
Namun, dari alasan simpel dan awal yang biasa, aku jadi tahu bahwa aku tertarik pada bidang sosial dan kemanuasiaan. Ini juga berkat guru jurnalistikku yang gaul dan asik. Dia mengenalkanku pada dunia yang sebelumnya asing. Dia yang membukakan mataku kepada dunia sesungguhnya yang luasnya bukan main. Ia juga sering bercerita tentang segala berita yang berbau politik yang kian rumit, membuatku eneg sama namanya persaingan politik. Tiada habis, tiada pula ujung. Oke kita sudah berbicara tidak jelas arahnya.
Dan sekadar untuk tahu, tahun pertama ekskul kami hampir ditiadakan karena peminatnya super duper sedikit. Akan tetapi, ibu kepala sekolahku keukuh supaya tetap berdiri ekskul ini. Akan tetapi, umur ekskul jurnalistik tidaklah panjang. Ekskul sudah tidak diadakan lagi sejak semester genap ini. Guru jurnalku sudah terlalu sibuk bekerja rangkap menjadi guru jurnalistik di sekolahku dan menjadi jurnalis sesungguhnya. Tentu lebih baik ia meniti kariernya yang baru dimulai itu, bukan?
Jika mengingat pengalamanku bersama jurnalistik, rasanya senyum tidak bisa lepas. Kita, anak-anak jurnalistik, itu kompak. Kompak bikin pak guru speechless gara-gara ngerjain buku jurnal males-malesan dan ngerjain tugas nulis yang bolong-bolong. Aku pernah ingat dulu, pernah suatu saat, satu ruangan kelas menjadi bau matahari gara-gara aku habis bermain basket. ”Maaf ya”. Kami juga pernah pergi ke pesta buku bersama, tetapi tidak semua anak jurnal ikut. Kami tidak banyak memiliki waktu pergi bersama. Dan disayangkan, umur ekskul hanya seumur jagung muda.
Walaupun begitu, aku senang bisa mengenal guruku itu dan bidang yang digelutinya. Suatu saat nanti, aku akan bekerja dibidang itu. Mungkin guruku menjadi seniorku, atau bahkan atasanku. Wah... Senang rasanya membayangkan hal itu.
Aku masih aktif menulis (di blog ini), walau sudah tiada ekskul jurnalistik. Tetapi memang tidak sesering dulu, karena tugasku yang menumpuk dan kebiasaan burukku yang suka menunda, membuatku sulit membagi waktu dan bersantai. Dont try this at home, buddy!
Hehe. Itulah secuil cerita dariku. Untuk potongan-potongan cerita yang lain, biarlah menjadi pelengkap kehidupanku dan orang yang mengenalku saja.
Oh ya.. Ada satu kalimat yang ingin kusampaikan untuk guruku:
”Bapak masih ngutang ajak kita, anak-anak jurnalistik, makan-makan ngerayain kelulusan bapak loh.”
”Bapak masih ngutang ajak kita, anak-anak jurnalistik, makan-makan ngerayain kelulusan bapak loh.”
No comments:
Post a Comment