Mungkin bener kata papa gue soal tulisan gue yang kebanyakan bicara soal hal-hal yang berbau sedih, menggerutu, dan membawa hawa negatif. Dan mungkin satu ini juga akan menambah jajaran tulisan yang sedih itu.
Pernah gak berada di situasi lu melihat sesuatu yang tidak salah terjadi, tapi lu gak punya kuasa untuk mengubah sedikitpun? Kejadian itu lewat begitu aja. Hidup lu kembali berjalan dengan normal. Tapi semuanya udah terlanjut terekam dalam hati lu.
Gue merumuskan perasaan itu menjadi formula. Semuanya itu terangkum dalam dua kalimat ini.
"Maaf. Aku gak bisa bantu apa-apa."
Enam kata itu datang tiba-tiba tanpa mengetuk pintu hati gue terlebih dahulu. Yang konon gue dengar, kata punya kekuatan yang hebat untuk mengubah sesuatu. Untuk situasi tertentu, mereka gak mampu mengubah apa-apa. Mereka hanya keluar begitu saja dari dalam hati dan terdengar melalui mulut kita. Sisanya, tidak berdampak sama sekali.
Dia datang ketika gue sedang duduk manis di kursi penumpang bus berwarna oren dan memiliki halte sentral di Harmoni. Bus itu penuh dengan orang-orang pulang kerja yang mukanya sudah gak terdefinisikan lagi: butek gak jelas. Semuanya muram, tambah muram karena pencahayaan yang kurang. Hanya ada segelintir orang, bisa dihitung dengan tangan, tertawa tertahan ketika asik dengan ponsel pintar mereka. Mata gue tertuju pada kenek (gue gak tau sebutan bagus apa lagi untuk pekerjaan ini) bus yang ternyata menyimpan kelelahan sendirian.
Dia juga datang pas gue melihat seorang kakek atau nenek yang lagi menjajakan barang dagangannya. Di satu sisi, mungkin mereka melakukan ini karena bosan mengganggur di rumah. Gue gak masalah kalau alasannya itu. Tapi, kalau alasannya untuk menyambung hidup, gue jadi prihatin. Mengapa orang serenta mereka harus tetap panas-panasan di jalan? Mengapa juga mereka harus tertidur di pinggir jalan saat siang bolong karena kelelahan berdagang? Padahal ada banyak nenek dan kakek yang dapat hidup enak di rumahnya sambil baca koran dan minum teh di pagi hari dan tidur siang di tempat yang nyaman.
Dia kembali datang. Saat orang tua gue lagi mengalami kesulitan ekonomi. Sayangnya, gue bukan lagi anak kecil yang bisa menghibur orang tua gue lewat lelucon atau tindakan yang konyol dan bodoh khas anak kecil. Hal-hal yang dulu bisa bikin orang tua gue sedikit melupakan beban mereka sudah basi buat gue lakukan di umur gue yang terbilang nanggung ini. Gue pun belum menghasilkan sesuatu buat bantuin keluarga gue. Gue merasa gak berdaya. Buat suasana jadi lebih baik pun, gue gak sanggup karena sudah larut di dalam kemurungan.
Apa sih di balik enam kata itu sebenarnya?
Enam kata ini sederhana. Hanya 2 kalimat. Cuma gue melihat makna kata ini dalem banget. Dari kata ini, gue tahu bahwa gak semua hal bisa beres di tangan kita karena di sini yang ngendaliin bukan manusia. Ada pula hal-hal yang terjadi di luar kendali kita. Oleh karena itu, pasti ada sesuatu yang lebih besar yang punya kontrol atas setiap kejadian di muka bumi ini. Kalau meminjam istilah dalam filsafat, unmoved mover, yaitu penggerak yang tidak gerakkan. Sampai menginjak usia 20, gue masih percaya pengendali itu adalah Tuhan.