16 January 2012

Dewi Lestari

Penyihir yang dapat dengan mudahnya mengutuk kata-kata menjadi paragraf yang hidup dan ajaib. Setiap membuka halaman baru, seperti masuk ke dalam kehidupan buku itu. Selalu baru dan tidak terprediksi. Ia menghantar kita pada sesuatu yang misteri dengan sastra yang indah dan anggun. Kekuatan misteri itu dan penghidupan tulisannya membuat kita membaca paragraf per paragraf seperti berganti kalimat saja, halaman per halaman seperti hanya berganti paragraf. Bahasa yang sederhana untuk anak remaja, tetapi menuntut pengertian. Sederhana bukan berarti ga ngena bagi kalangan pembaca.

Gue sangat kagum sama dia setelah baca 2 bukunya yang berjudul Madre, lalu buku keduanya yang gue baca adalah Filosofi Kopi.

Kumpulan cerpen berjudul Madre itu diambil dari judul cerita utamanya, cerpen yang paling gue suka. Sayang itu cuman cerpen bukan novel. Rasanya itu pertama kali gue baca tanpa bosen membuka halaman-halaman berikutnya. Kata-katanya sangat pas. Madre di dalam cerita itu biang adonan roti yang udah puluhan tahun. Mbak dewi ini bisa mendeskripsikan harumnya roti itu sampai-sampai membuat kita ngiler ingin mencicipi roti itu, membuat kita kembali lapar walaupun sudah makan kenyang. Bagaimana ia menceritakan fisik luar roti dan kelembutan serta kerenyahan sebuah roti dengan menawan dan menggoda nafsu, sangat berseni. Namun, jujur untuk cerpen yang lain agak bingung buat gue. Tetapi overall, gue adore sama dia!

Di dalam buku Filosofi Kopi ada beberapa prosa yang gue suka, Salju Gurun dan Kuda Liar. Sama kaya pas baca Madre, ga semua bagian cerita yang dia karang gue mengerti. Namun, ada juga yang bikin gue sadar akan sesuatu.

Kutipan tentang sikat gigi yang ga pernah gue pikirin selama ini
"Waktu saya menyikat gigi, saya tidak mendengar apa-apa selain bunyi sikat. Dunia saya mendadak sempit... cuman gigi, busa, dan sikat. Tidak ada ruang untuk yang lain. Hitungan detik, Tio, tapi berarti banyak"

Ada nih kutipan dari Dee yang romatististis (menurut gue)
"Kalau saja hidup tidak ber-evolusi, kalau saja sebuah momen dapat selamanya menjadi fosil tanpa terganggu, kalau saja kekuatan kosmik mampu stagnan satu titik, maka... Tanpa ragu kamu akan memilih satu detik bersamanya untuk diabadikan. Cukup satu."
Cici gue bilang 'sastra itu adalah bahasa yang hanya dapat dimengerti sepenuhnya oleh si penulis'. Gue setuju banget. Gue bisa rasain di tulisan Dee, gue cuman bisa mereka-reka maksudnya tanpa tau kepastiannya. Mungkin sekarang atau nanti gue ga ngerti. Mungkin untuk selamanya itu menjadi rahasia kehidupan gue. Dan mungkin juga gue bisa mengerti dengan penuh setelah bertemu dengan Dee tatap muka. Nobody knows. 

Pengen banget bisa jadi kayak dia. Tulisannya dalam dengan gaya penulisan yang unik di setiap cerita pendeknya. Dia punya pikiran yang ga dipunyain orang lain. Bisa memandang sesuatu dari sudut yang ga disangka-sangka, bahkan yang ga masuk akal. Pintar.

Kalau kalian tertarik untuk tau lebih jauh soal kekuatan sihirnya itu
Coba aja baca bukunya atau baca blognya.
Selamat membaca!

No comments:

Post a Comment