08 June 2012

Pengalaman Biasa, Tetapi Tak Biasa

Hari itu, hari sabtu, tanggal 12 Mei 2012. Aku ingin menghadiri peringatan Mei. Khususnya karena undangan dari bu Ester (dari email sih). Selain itu, aku memang juga ingin tahu apa-apa saja isi acara semacam itu. Perjuangan betul aku ke sana. Sebab aku paling benci pergi sendiri. Dan pada kesempatan ini, anehnya semua orang yang kuajak tidak ada yang bisa menemaniku ke sana, satupun tidak ada. Penat dan aku menyerah untuk mengajak orang pergi ke sana.

Ada muncul ide di otakku untuk membatalkan saja pergi ke sana, toh tahun depan juga akan diadakan lagi. Tetapi, aku sudah berjanji akan menjadi wakil dari agama Kristen yang berdoa di penutupan acara. Aku memang manusia plin-plan, jika kalian mau tahu. Dan sungguh demi apapun aku benci pergi sendirian ke tempat asing. Aku rasanya belum pernah menginjakkan kakiku di MGK Kemayoran, lokasi peringatan. Papaku sedang sakit, ia hanya mau mengantarku ke MGK Kemayoran.

Akhirnya aku memutuskan untuk pergi sebatang kara (temanku akan datang setelah acaranya selesai). Dengan berat hati. Sesampai di sana, dag dig dug. Debar jantung tak karuan. Aku tetap berlagak santai dan melirik ke sana ke mari untuk mencari tempat duduk duduk. Ternyata, acara peringatan diadakan di luar gedung. Aku duduk di kursi agak belakang paling kiri. Terdapat panggung kecil di depan sana dan sebuah tenda biru cukup besar yang melindungi kami dari cahaya matahari pagi. Saat itu sekitar jam 11 pagi. Tempat duduk yang tersedia tidak semua terisi, hanya sekitar 40an kursi yang diduduki, menurut perkiraanku.

Suasana peringatan Mei yang ke 14 tahun


Ini salah satu dari beberapa karikatur yang ada di dalam galeri peristiwa mei '98
Para keluarga korban diundang datang ikut berpartisipasi dalam peringatan ini. Mereka jauh-jauh datang dari Klender, Jakarta Timur. Aku memang tidak tahu dimana letak Klender. Yang aku tahu adalah Jakarta Timur itu jauh dari Kemayoran. Aku tahu dari perempuan paruh baya yang duduk di sampingku. Setahuku, ia salah satu dari keluarga korban, tetapi aku tidak tanya banyak mengenai hal itu.

Aku datang di tengah acara berlangsung. Sebenarnya agak samar ingatanku tentang susunan acaranya. Tetapi, kira-kira aku ingat sedikit susunannya. Saat aku datang, ada seseorang yang bicara mengenai kronologi peristiwa Mei serta refleksi dari peristiwa menyedihkan itu. Setelah itu, ada persembahan lagu dari para lansia wanita. Suaranya mungkin sama seperti paduan suara lansia yang lain, tetapi jujur aku merinding mendengar saat mereka menyanyikan lagu 'Indonesia Pusaka', 'Begawan Solo', dll. Acara dilanjutkan dengan beberapa peserta acara yang ikut meramaikan dengan menyampaikan sepatah dua patah kata mengenai peringatan Mei itu. Ibu Ester juga ikut berbicara mengenai Mei.

Sembari mendengarkan orang berorasi dengan berapi-api, aku melihat sekitarku. Aku menyadari terdapat sedikit kesenjangan di sini. Orang yang duduk dibagianku berbeda latar dengan orang yang duduk di bagian kanan, seperti ada tembok pemisah. Semoga kau mengerti apa maksudku dengan 'latar' pada kalimat sebelum ini. Sayang sekali. Padahal, maksud dari acara ini kan untuk lebih berbaur satu dengan lain etnis bukan?

Berikutnya ada persembahan pembacaan narasi dari kelompok, sayang aku lupa nama kelompoknya. Mereka membacakan cerpen karya Seno Gumira berjudul Clara, tentang seorang gadis Chinese saat kejadian Mei '98. Tersentuh aku mendengarnya. Di akhir acara, beberapa pihak diberikan miniatur prasasti jarum Mei. Ingin aku mencomot satu untuk kubawa pulang. Hehehe.

Yang mereka pegang itu adalah miniatur yang tadi telah aku sebutkan di atas
(gambar diambil dari om Google)
Dan yang membuat aku agak gemetar adalah perwakilan doa dari lima agama. Dan hasilnya, aku puas dengan apa yang aku katakan di depan sana. Tidak sia-sia aku berlatih di rumah dan menulis semua kata-kata yang akan kubicarakan di panggung :).

Sebenarnya saat MC bilang untuk siapa saja ingin boleh maju menyampaikan orasi, aku ingin maju. Tetapi urat malu ku masih belum rapuh dalam tubuhku, ketakutan memaksaku untuk tetap duduk menikmati makanan yang diberikan panitia. Aku tidak sebut itu orasi karena memang bukan jenis orasi, hanya sebuah pendapat. Jika kalian penasaran, berikut akan aku beritahukan apa ada dalam pikiranku saat itu :
"Saya dari sekolah biasa. Anak biasa pula. Saya mungkin tidak bisa sehebat Ibu Ester dan sekuat dirinya. Tapi sosoknya membulatkan tekad saya untuk melanjutkan kerja orang-orang seperti Ibu Ester. Juga supaya hilang pikiran negatif orang-orang pada suatu etnis. Saya tidak bisa janjikan pengaruh besar pada dunia ataupun Indonesia, tetapi saya janji akan ada orang yang bisa tersenyum karena pekerjaan saya kelak."
Saat acara selesai, aku dan temanku pergi menemui Ibu Ester. Itu bukanlah pertemuan pertamaku, tetapi inilah pertemuan personal pertama kalinya. Hehe. Kami berbicara singkat soal ikut berpartisipasi dalam acara yang Ibu Ester adakan. Tempatnya memang agak sulit dijangkau untuk anak Jakarta sepertiku, karena acara itu diadakan Tangerang, kalau aku tidak salah ingat. Lalu, ia bilang yang bisa aku lakukan sekarang adalah menulis, menulis apa yang aku lihat, saksikan, dan rasakan. Dan inilah hasilnya. Tulisan ini.

Biasa ya? Mungkin kalian merasa yang aku ceritakan itu biasa saja. Tapi menurutku, ini luarbiasa. Aku bisa menghadiri acara peringatan yang tergolong sederhana. Namun, apalah arti dari kemeriahan dan kemewahan jika jiwa kita tidak ada di situ ikut meramaikan?  Kalau aku, aku masuk ke dalam acara itu, memperingati dan ikut merenunginya. Itu yang tidak biasa.

No comments:

Post a Comment